Keunggulan Fisioterapi
Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam.Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik,sinar,panas,dingin,massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan.[Krausen.1985]. Menurut Departemen Kesehatan Indonesia Fisioterapi adalah suatu pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkangerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan komunikasi.difinisi lain daripada fisioterapi adalahmerupakan ilmu yang menitik beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses/metode terapi gerak.Istilah yang sinonim adalah Physical therapy,Physiotherapy,Terapi Fisik,atau Kadang juga disebut pulih fisik.Pelayanan Fisioterapi relative aman dari pengaruh yang dapat merugikan kesehatan karena tidak menggunakan obat-obatan atau bahan kimia ,demikian pula penyinaran yang dilakukan fisioterapis bukanlah penyinaran yang dapat merusak atau mematikan sel2 tubuh seperti yang banyak dikwatirkan oleh sebagian masyarakat.melainkan sinar infra merah yang kita ketahui terdapat pula pada sinar matahari. Sifat layanan fisioterapi ini bersifat mandiri, dependensi dan interdependensi
Perkembangan Fisioterapi di Indonesia
Pada tahun 1940 berkembang organisasi – organisasi kemanusiaan ( WHO, UNICEF, ILO ), pelayanan rehabilitas penyandang cacat. Pada tahun 1951 Rehabilitas centrum di Jebres oleh almarhum Prof. dr. Soeharso, pada tahun 1954 klinik orthopedic di Jebres ( bengkel prothose dan orthose ), dan pada tahun 1955 kursus terapi latihan dan massage selama 6 bulan yang melibatkan pengajar dari eropa dan peserta pendidikan ini adalah perawat.
Pada tahun 1956 sekolah pengatur rawat fisioterapi selama 3 tahun dibuka dengan staf pengajar dari Inggris, Denmark, Italia dan Jerman. Peserta didik kali ini adalah lulusan SMA dan perawatl lulusan pendidikan fisioterapi saat tahun ini disebut asisten fisioterapi.
Pada tahun 1964 Akademi fisioterapi DEPKES Surakarta di buka. Dengan peserta didik lulusan SMA dan asisten Fisioterapi. Pengajar waktu itu adalah Fisioterapi dari Eropa. Dan lulusan pendidikan fisioterapi saat tahun ini disebut Sarjana Muda Physioterapi (SMPH ).
Pelayanan perkembangan dari pasien orthopedic semakin meluas diantaranya meliputi muskuluskeletal, Neuromuscular, Pediatri, Geriatri, Obsetri dan Ginekologi, Jantung dan Pembuluh darah dan Paru – paru
Pada tahun 1973 Pilot Project Preventive Rehabilitation Unit, yang bertempat di RS Karyadi Smarang mulai di dirikan. Dan pada tahun 1976 semua RSU di Indonesia harus memiliki unit rehabilitasi dimana Fisioterapi sebagai intinya.
Kode Etik Fisioterapi Indonesia
KODE ETIK I
Yaitu
menghargai hak dan martabat setiap individu,
Menghargai hak dan martabat individu sebagai landasan dalam
pelayanan profesional. Hubungan yang terjadi anatara fisoterapi denga
pasien/klein didasari sikap saling percaya dan menghargai hak masing-masing.
a. Hak Pasien/Klein
1. Pasien/klein berhak atas pelayanan
yang sebaik mungkin.
2. Pasien/klein berhak atas
perlindungan terhadap pelayanan yang tidak sesuai dan hanya menerima pelayanan
yang bermanfaat.
3. Pasien/klein berhak atas pelayanan
fisioterapi yang menghargai privasi dan martabatnya.
4. Pasien/klein atau kuasa hukum berhak
atas informasi yang cukup tentang assesment, pilihan terapi/tindakan dan resiko
yang dapat ditimbulkan.
5. Pasien/klein berhak atas pemanfaatan
sumber daya yang tersedia untuk yang terbaik dalam pemeliharaan kesehatannya,
sehingga bila di pandang perlu fisioterapis dapat merujuk kepada pihak
lain/profesi lain yang lebih berkompeten.
6. Pasien/klein berhak menentukan dan
membuat keputusan sendiri dalam hal:
a. Memilih pelayanan fisioterapi atau alternatif lain
b. Menghentikan dan menerima ketidakmampuannya walaupun mungkin tindakan fisioterapi dapat meningkatkan keadaanya.
a. Memilih pelayanan fisioterapi atau alternatif lain
b. Menghentikan dan menerima ketidakmampuannya walaupun mungkin tindakan fisioterapi dapat meningkatkan keadaanya.
b. Hak-Hak Fisioterapi
1. Fisioterapi berhak atas kemandirian
profesi dan otonomi
2. Fisioterapi berhak atas rasa bebas
dari ancaman terhadap kehormatan, reputasi dan kompetensi serta hak untuk
mendapatkan perlindungan dan kesempatan untuk membela diri terhadap gugatan
sesuai keadilan.
3. Fisioterapi berhak untuk bekerja
sama dengan teman sejawat
4. Fisioterapi berhak menolak melakukan
intervensi apabila dipandang bukan merupakan cara yang terbaik bagi
pasien/klein.
5. Fisioterapi berhak atas jasa yang
layak dari pelayanan profesionalnya.
c. Hak-Hak Profesi Organisasi Ikatan
Fisiterapi Indonesia (IFI)
1. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak
atas loyalitas anggota dan memberikan perlindungan dari pelecehan akibat pelayanan
yang inkopeten, ilegal dan bertentangan dengan kode etik profesi
2. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak
atas nama baik dan menolak pelecehan dari siapapun.
3. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak
atas pengajaran fisioterapi yang berkualitas, kompeten dan berpengalaman
dibidangnya.
4. Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak
atas praktek fisioterapi yang profesisonal dan menolak diajarkan secara
semena-mena kepada individu atau kelompok lain.
KODE
ETIK II
Yaitu Membantu siapa saja yang membutuhkan pelayanan
profesionalnya tanpa diskriminasi, terdiri atas
1.
Fisioterapi mempunyai kewajiban
moral untuk memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan tanpa membedakan umur,
jenis kelamin, suku/ras, kondisi, agama/kepercayaan, polotik dan status
ekonomi. Dalam keadaan diluar karena alasan apapun maka fisioterapis akan
merujuk kepada tenaga/profesi lain yang memadai.
2.
Fisioterapi harus selalu
mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan yang dipilih bagi individu dan
masyarakat.
3.
Fisioterapi dituntut untuk
menghargai adat istiadat/kebiasaan dari pasien/klein dalam memberi pelayanan.
4.
Fisioterapi berkewajiban untuk
berkarya mendukung kebijakan pelayanan kesehatan
KODE ETIK III
Yaitu Memberikan pelayanan profesional yang jujur, kompeten
dan bertangungjawab.
a.
Tanggung Jawab Fisioterapi
1.
Fisioterapi mengemban tugas dan
tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya dan memanfaatkan ketrampilan dan
keahlian secara efektif untuk kepentingan individu dan masyarakat.
2.
Fisioterapi dimanapun dia berada
hendaknya selalu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dilingkungannya.
3.
Fisioterapi harus menjamin bahwa
pelayanan yang diberikan, jenis, dosis, struktur organisasi dan alokasi sumber
daya dirancang untuk pelayanan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan
kebutuhan individu, masyarakat, kolega, dan profesi lain.
4.
Fisioterapi hendaknya selalu
mencari, memberi dan menerima informasi agar dapat meningkatkan pelayanan.
5.
Fisioterapi harus menghindari
praktek ilegal yang bertentangan dengan kode etik profesi.
6.
Fisioterapi harus mencantumkan gelar
secara benar untuk mengambarkan status profesinya.
7.
Fisioterapi wajib memberikan
informasi yang benar kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya tentang
fisioterapi dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan pelayanan
profesionalnya sehingga mereka menjadi tahu dan mau menggunkannya.
8.
Fisioterapi dalam menentukan tarif
pelayanan harus masuk akal dan tidak memanfaatkan profesi untuk semata-mata
mencari keuntungan.
9.
Jasa profesisional yang diterima
fisioterapi harus diadaptkan dengan cara yang jujur.
10.
Fisioterapi dalam memanfaatkan
teknologi berdasarkan efektivitas dan efisiensi demi peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan individu dan masyarakat.
b.
Tanggung Jawab Organisasi Profesi
1.
Ikatan Fisioterapi Indonesia
menjamin pelayanan yang diberikan secara jujur, komplit dan berdasarkan pada
penelitian dan informasi yang aktual dalam rangka ikut meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
2.
Ikatan Fisioterapi Indonesia membuat
dan memantau pelakasanaan standar profesi dalam praktek dalam praktek
profesional.
3.
Ikatan Fisioterapi Indonesia akan
secara aktif mempromosikan profesi fisioterapi kepada masyarakat secara jujur.
4.
Ikatan Fisioterapi Indonesia akan
mengatur sumber daya yang ada secara efektif, efisien dan bertanggungjawab.
5.
Ikatan Fisioterapi Indonesia
memberikan dukungan kepada anggotanya untuk mendapatkan informasi pendidikan,
program dan kebijakan organsasi.
6.
Ikatan Fisioterapi Indonesia
memperjuangakan agar anggotanya mendapatkan penghasilan yang wajar.
7.
Ikatan Fisioterapi Indonesia
bertanggungjawab kepada anggotanya.
KODE ETIK IV
Yaitu mengakui batas dan kewenangan profesi dan hanya
memberikan pelayanaan dalam lingkup profesi fisioterapi.
1.
Fisioterapi memberikan pelayanan dan
tindakan sesuai dengan pengetahuam dan ketrampilan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2.
Fisioterapi tidak akan melakukan
aktifitas profesi yang dapat merugikan pasie/klein, kolega atau masyarakat.
3.
Fisioterapi hendaknya selalu
mensejahterakan pelayanannya dengan standar pelayanan praktek fisioterapi.
4.
Fisioterapi dalam mengambil
keputusan beradasarakan kepada pengetahuan dan kehati-hatian.
5.
Fisioterapi berkewajiban
menyumbangkan gagasan, pengetahuan dan ketrampilan untuk kemajuan profesi dan
organisasi.
6. - Apabila fisioterapi memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang kurang memadai untuk mengatasi tertentu harus
: Meminta petunjuk dan saran kepada yang lebih berpengalaman pada kondisi yang
tepat dan Merujuk pasien/klein kepada profesi atau lembaga lain yang tepat.
-Apabila fisioterapi menerima pasien/kelin yang dirujuk kepadanya untuk konsultasi maka dia tidak melakukan intervensi atau mengkonsulkan kepada profesi atau profesi lain tanpa persetujuan pasien/klein yang merujuk.
KODE ETIK V
Yaitu
menjaga rahasia individu yang dapat dipercayakan kepadanya.
1.
Informasi tentang pasien/klein dilarang untuk
diberikan kepada orang atau pihak lain yang tidak berkepentingan tanpa
persetujuan pasien/ klein/ kuasa hukumnya.
2.
Pencacatan informasi selama proyek
penelitian hendaknya tidak mencantumkan identitas pasien, kecuali ada
pesetujuan dari yang bersangkutan.
3.
Informasi dapat diberikan apabila
mempunyai kekuatan hukum atau bila dperlukan untuk keselamatan seseorang atau
masyarakat.
4.
Privasi pasien/klein harus tetap
terjaga selama wawancara.
5.
Komputer atau cacatan harus
terlindung dari pihak yang tidak berkepentingan.
6.
Fisioterapi yang mampu terhadap
informasi rahasia kolega/ pasien/ klein hanya akan membuka informasi bilamana
sangat membutuhkan.
7.
Informasi rahasia diberikan
hendaknya tidak tercacat permanen tanpa persetujuan individu.
KODE ETIK VI
Yaitu selalu memelihara standar profesi dan meningkatakan
pengetahuan dan ketrampilan.
a.
Tanggung Jawab Fisioterapi
1.
Fisioterapi bertanggung jawab untuk
memberikan pelayanan terkini.
2.
Fisioterapi secara terus menerus
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan profesi melalui literatur dan
pendidikan.
3. Fisioterapi beratanggungjawab menggunkan
tehnik yang mereka kuasai oleh karena itu hendaknya :
a. Mendelegasikan kepada fisioterapis yang kualifait.
b. Memberikan instruksi yang jelas kepada pasien/klein, keluarga, asisten dan pihak lain apabila dipandang perlu.
a. Mendelegasikan kepada fisioterapis yang kualifait.
b. Memberikan instruksi yang jelas kepada pasien/klein, keluarga, asisten dan pihak lain apabila dipandang perlu.
4.
Fisioterapi sebgai pemilik harus
memastikan bahwa karyawan mampu untuk menerima tanggungjawabnya.
5.
Fisioterapi sebagai pemilik
hendaknya memberikan kepada karyawan untuk berkembang menjadi
fisioterapi.Fisioterapi dalam melakukan penelitian harus mengikuti kebijakan
yang ditetapkan oleh Ikatan Fisioterapi Indonesia.
b.
Tanggung Jawab Ikatan Fisioterapi
Indonesia.
1.
Ikatan Fisioetarapi Indonesia
hendaknya menyelenggarakan pedidikan yang berkelanjutan untuk meningkatakan
pengetahuan dan ketrampilan profesional.
2.
Ikatan Fisioetarapi Indonesia
menjamin agar kode etik di jalankan oleh setiap profesi
KODE ETIK VII
Yaitu memberikan kontribusi dalam perencanaan dan
pengembangan pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan
masyarakat.
1.
Fisioterapi mempunyai tugas dan kewajiban
untuk bekerja sama dengan profesi lain dalam perencanaan dan pengelolaan agar
mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi kesehatan individu dan masyarakat.
2.
Fisioterapi hendaknya menyesuaikan
diri dengan profesionalisme dan melengkapi diri dengan ketrampilan yang memadai
untuk perencanaan dan pengelolaan dalm situasi tertentu yang dihadapinya,
sehingga sadar akan keberadaan pelayanannya dalam konteks sosial dan ekonomi
secara menyeluruh.
3.
Fisioterapi mempunyai hak dan
kewajiban untuk melakukan dan medukung penelitian untuk perencanaan dan
pengetahuan.
4.
Fisioterapi memberikan dorongan dan
dukungan kepada sejawat dalam menyusun perencanaan pelayanan strategis
pengembangan.
Sanksi-Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Fisioterapi
Sanksi
– sanksi pelanggaran kode etik seorang fisioterapis, menurut KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang registrasi
dan izin praktik fisioterapis menteri kesehatan republik Indonesia BAB VII
mengenai SANKSI. Dalam Prakteknya akan diberikan sanksi – sanksi tegas berupa :
Pasal 23
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada fisioterapis yang melakukan pelanggaran tehadap ketentuan keputusan ini.
Ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 23 diatas dilakukan melalui:
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada fisioterapis yang melakukan pelanggaran tehadap ketentuan keputusan ini.
Ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 23 diatas dilakukan melalui:
a.
peringatan lisan; atau
b. peringatan tertulis; dan
c.
pencabutan Surat Izin Praktik
Fisioterapi,
Ayat (3) Organisasi profesi dapat
mengusulkan sanksi administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
terhadap fisioterapis yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan keputusan
ini.
Pasal 24
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mengambil tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) butir c terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) tingkat Propinsi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
Ayat (2) Dalam hal MDTK tingkat Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 24 diatas belum terbentuk, pertimbangan diberikan oleh Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis Propinsi.
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mengambil tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) butir c terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) tingkat Propinsi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
Ayat (2) Dalam hal MDTK tingkat Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 24 diatas belum terbentuk, pertimbangan diberikan oleh Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis Propinsi.
Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memberikan tembusan kepada organisasi profesi setempat untuk setiap pencabutan SIPF.
Pasal 26
Pimpinan sarana kesehatan yang tidak melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 { yang berbunyi Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik pada sarana pelayanan kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi } dan/atau mempekerjakan fisioterapis tanpa izin dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pimpinan sarana kesehatan yang tidak melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 { yang berbunyi Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik pada sarana pelayanan kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi } dan/atau mempekerjakan fisioterapis tanpa izin dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
Terhadap tenaga fisioterapis yang sengaja :
Terhadap tenaga fisioterapis yang sengaja :
a) Melakukan praktik fisioterapi tanpa
mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 { yang berbunyi
:
Ayat (1) Fisioterapis lulusan luar
negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIF.
Ayat (2) Adaptasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pasal 6 dilakukan pada sarana pendidikan milik
Pemerintah.
Ayat (3) Untuk melakukan adaptasi
fisioterapis mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Ayat (4) Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan : a. Fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. Transkrip nilai ujian yang bersangkutan.
Ayat (5) Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan
rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
Ayat (6) Fisioterapis yang telah melaksanakan
adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :
Pasal 2, ayat (1) Pimpinan
penyelenggara pendidikan fisioterapi wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengenai peserta didik yang
baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus
pendidikan fisioterapi. Ayat (2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal 2 tercantum dalam formulir I terlampir,
Pasal 3, yang berbunyi ayat (1)
Fisioterapi yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelangkapan
registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi di mana sekolah berada guna
memperoleh SIF, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijasah
pendidikan fisioterapi. Ayat (2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud
ayat (1) meliputi :
a.
Fotokopi ijasah pendidikan
fisioterapi;
b. Surat keterangan sehat dari dokter;
c.
Pasfoto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2
(dua) lembar.
Ayat (3) Bentuk permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 3 tercantum dalam formulir II
terlampir., dan Pasal 4 { yang berbunyi (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan menerbitkan SIF. Ayat (2) SIF
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)pasal 4diterbitkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan dalam waktu selambat lambatnya 1
(satu) bulan sejak permohonan diterima. Ayat (3) Bentuk dan isi SIF sebagaimana
tercantum dalam formulir III terlampir. }
b) Melakukan praktik fisioterapi tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) { yang berbunyi (2)
Fisioterapis yang melaksanakan praktik fisioterapi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memiliki SIPF ( yang berbunyi Fisioterapis dapat melaksanakan
praktik fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan
dan/atau berkelompok.}
c) Melakukan praktik yang melanggar
ketentuan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diatas;
d) Melakukan praktik fisioterapi yang
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
diatas;
e) Tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (1) { yang berbunyi (1) Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIF yang telah
diterbitkan. } dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
sumber : http://isnainisucidr.wordpress.com/2014/07/09/keunggulan-dan-perkembangan-fisioterapi-di-indonesia/ http://infokesft-mini.blogspot.com/2013/05/kode-etik-fisioterapi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar