Rabu, 24 September 2014

Sekilas Tentang Fisioterapi



Keunggulan Fisioterapi

Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam.Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik,sinar,panas,dingin,massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan.[Krausen.1985]. Menurut Departemen Kesehatan Indonesia Fisioterapi adalah suatu pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkangerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan komunikasi.difinisi lain daripada fisioterapi adalahmerupakan ilmu yang menitik beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses/metode terapi gerak.Istilah yang sinonim adalah Physical therapy,Physiotherapy,Terapi Fisik,atau Kadang juga disebut pulih fisik.Pelayanan Fisioterapi relative aman dari pengaruh yang dapat merugikan kesehatan karena tidak menggunakan obat-obatan atau bahan kimia ,demikian pula penyinaran yang dilakukan fisioterapis bukanlah penyinaran yang dapat merusak atau mematikan sel2 tubuh seperti yang banyak dikwatirkan oleh sebagian masyarakat.melainkan sinar infra merah yang kita ketahui terdapat pula pada sinar matahari. Sifat layanan fisioterapi ini bersifat mandiri, dependensi dan interdependensi

Perkembangan Fisioterapi di Indonesia

Pada tahun 1940 berkembang organisasi – organisasi kemanusiaan ( WHO, UNICEF, ILO ), pelayanan rehabilitas penyandang cacat. Pada tahun 1951 Rehabilitas centrum di Jebres oleh almarhum Prof. dr. Soeharso, pada tahun 1954 klinik orthopedic di Jebres ( bengkel prothose dan orthose ), dan pada tahun 1955 kursus terapi latihan dan massage selama 6 bulan yang melibatkan pengajar dari eropa dan peserta pendidikan ini adalah perawat.
Pada tahun 1956 sekolah pengatur rawat fisioterapi selama 3 tahun dibuka dengan staf pengajar dari Inggris, Denmark, Italia dan Jerman. Peserta didik kali ini adalah lulusan SMA dan perawatl lulusan pendidikan fisioterapi saat tahun ini disebut asisten fisioterapi.
Pada tahun 1964 Akademi fisioterapi DEPKES Surakarta di buka. Dengan peserta didik lulusan SMA dan asisten Fisioterapi. Pengajar waktu itu adalah Fisioterapi dari Eropa. Dan lulusan pendidikan fisioterapi saat tahun ini disebut Sarjana Muda Physioterapi (SMPH ).
Pelayanan perkembangan dari pasien orthopedic semakin meluas diantaranya meliputi muskuluskeletal, Neuromuscular, Pediatri, Geriatri, Obsetri dan Ginekologi, Jantung dan Pembuluh darah dan Paru – paru
Pada tahun 1973 Pilot Project Preventive Rehabilitation Unit, yang bertempat di RS Karyadi Smarang mulai di dirikan. Dan pada tahun 1976 semua RSU di Indonesia harus memiliki unit rehabilitasi dimana Fisioterapi sebagai intinya.



Kode Etik Fisioterapi Indonesia

KODE ETIK I
Yaitu menghargai hak dan martabat setiap individu,
Menghargai hak dan martabat individu sebagai landasan dalam pelayanan profesional. Hubungan yang terjadi anatara fisoterapi denga pasien/klein didasari sikap saling percaya dan menghargai hak masing-masing.
a.       Hak Pasien/Klein
1.      Pasien/klein berhak atas pelayanan yang sebaik mungkin.
2.      Pasien/klein berhak atas perlindungan terhadap pelayanan yang tidak sesuai dan hanya menerima pelayanan yang bermanfaat.
3.      Pasien/klein berhak atas pelayanan fisioterapi yang menghargai privasi dan martabatnya.
4.      Pasien/klein atau kuasa hukum berhak atas informasi yang cukup tentang assesment, pilihan terapi/tindakan dan resiko yang dapat ditimbulkan.
5.      Pasien/klein berhak atas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk yang terbaik dalam pemeliharaan kesehatannya, sehingga bila di pandang perlu fisioterapis dapat merujuk kepada pihak lain/profesi lain yang lebih berkompeten.
6.      Pasien/klein berhak menentukan dan membuat keputusan sendiri dalam hal:
a. Memilih pelayanan fisioterapi atau alternatif lain
b. Menghentikan dan menerima ketidakmampuannya walaupun mungkin tindakan  fisioterapi dapat meningkatkan keadaanya.



b.      Hak-Hak Fisioterapi
1.       Fisioterapi berhak atas kemandirian profesi dan otonomi
2.       Fisioterapi berhak atas rasa bebas dari ancaman terhadap kehormatan, reputasi dan kompetensi serta hak untuk mendapatkan perlindungan dan kesempatan untuk membela diri terhadap gugatan sesuai keadilan.
3.       Fisioterapi berhak untuk bekerja sama dengan teman sejawat
4.       Fisioterapi berhak menolak melakukan intervensi apabila dipandang bukan merupakan cara yang terbaik bagi pasien/klein.
5.       Fisioterapi berhak atas jasa yang layak dari pelayanan profesionalnya.

c.       Hak-Hak Profesi Organisasi Ikatan Fisiterapi Indonesia (IFI)

1.       Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas loyalitas anggota dan memberikan perlindungan dari pelecehan akibat pelayanan yang inkopeten, ilegal dan bertentangan dengan kode etik profesi
2.       Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas nama baik dan menolak pelecehan dari siapapun.
3.       Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas pengajaran fisioterapi yang berkualitas, kompeten dan berpengalaman dibidangnya.
4.       Ikatan Fisioterapi Indonesia berhak atas praktek fisioterapi yang profesisonal dan menolak diajarkan secara semena-mena kepada individu atau kelompok lain.

  KODE ETIK II
Yaitu Membantu siapa saja yang membutuhkan pelayanan profesionalnya tanpa diskriminasi, terdiri atas
1.      Fisioterapi mempunyai kewajiban moral untuk memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku/ras, kondisi, agama/kepercayaan, polotik dan status ekonomi. Dalam keadaan diluar karena alasan apapun maka fisioterapis akan merujuk kepada tenaga/profesi lain yang memadai.
2.      Fisioterapi harus selalu mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan yang dipilih bagi individu dan masyarakat.
3.      Fisioterapi dituntut untuk menghargai adat istiadat/kebiasaan dari pasien/klein dalam memberi pelayanan.
4.      Fisioterapi berkewajiban untuk berkarya mendukung kebijakan pelayanan kesehatan

KODE ETIK III
Yaitu Memberikan pelayanan profesional yang jujur, kompeten dan bertangungjawab.
a.       Tanggung Jawab Fisioterapi
1.      Fisioterapi mengemban tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya dan memanfaatkan ketrampilan dan keahlian secara efektif untuk kepentingan individu dan masyarakat.
2.      Fisioterapi dimanapun dia berada hendaknya selalu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dilingkungannya.
3.      Fisioterapi harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan, jenis, dosis, struktur organisasi dan alokasi sumber daya dirancang untuk pelayanan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan individu, masyarakat, kolega, dan profesi lain.
4.      Fisioterapi hendaknya selalu mencari, memberi dan menerima informasi agar dapat meningkatkan pelayanan.
5.      Fisioterapi harus menghindari praktek ilegal yang bertentangan dengan kode etik profesi.
6.      Fisioterapi harus mencantumkan gelar secara benar untuk mengambarkan status profesinya.
7.      Fisioterapi wajib memberikan informasi yang benar kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan pelayanan profesionalnya sehingga mereka menjadi tahu dan mau menggunkannya.
8.      Fisioterapi dalam menentukan tarif pelayanan harus masuk akal dan tidak memanfaatkan profesi untuk semata-mata mencari keuntungan.
9.      Jasa profesisional yang diterima fisioterapi harus diadaptkan dengan cara yang jujur.
10.  Fisioterapi dalam memanfaatkan teknologi berdasarkan efektivitas dan efisiensi demi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan individu dan masyarakat.
b.      Tanggung Jawab Organisasi Profesi
1.      Ikatan Fisioterapi Indonesia menjamin pelayanan yang diberikan secara jujur, komplit dan berdasarkan pada penelitian dan informasi yang aktual dalam rangka ikut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2.      Ikatan Fisioterapi Indonesia membuat dan memantau pelakasanaan standar profesi dalam praktek dalam praktek profesional.
3.      Ikatan Fisioterapi Indonesia akan secara aktif mempromosikan profesi fisioterapi kepada masyarakat secara jujur.
4.      Ikatan Fisioterapi Indonesia akan mengatur sumber daya yang ada secara efektif, efisien dan bertanggungjawab.
5.      Ikatan Fisioterapi Indonesia memberikan dukungan kepada anggotanya untuk mendapatkan informasi pendidikan, program dan kebijakan organsasi.
6.      Ikatan Fisioterapi Indonesia memperjuangakan agar anggotanya mendapatkan penghasilan yang wajar.
7.      Ikatan Fisioterapi Indonesia bertanggungjawab kepada anggotanya.

KODE ETIK IV
Yaitu mengakui batas dan kewenangan profesi dan hanya memberikan pelayanaan dalam lingkup profesi fisioterapi.
1.      Fisioterapi memberikan pelayanan dan tindakan sesuai dengan pengetahuam dan ketrampilan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.      Fisioterapi tidak akan melakukan aktifitas profesi yang dapat merugikan pasie/klein, kolega atau masyarakat.
3.      Fisioterapi hendaknya selalu mensejahterakan pelayanannya dengan standar pelayanan praktek fisioterapi.
4.      Fisioterapi dalam mengambil keputusan beradasarakan kepada pengetahuan dan kehati-hatian.
5.      Fisioterapi berkewajiban menyumbangkan gagasan, pengetahuan dan ketrampilan untuk kemajuan profesi dan organisasi.
6.      - Apabila fisioterapi memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang kurang memadai untuk mengatasi tertentu harus : Meminta petunjuk dan saran kepada yang lebih berpengalaman pada kondisi yang tepat dan Merujuk pasien/klein kepada profesi atau lembaga lain yang tepat.

-Apabila fisioterapi menerima pasien/kelin yang dirujuk kepadanya untuk konsultasi maka dia tidak melakukan intervensi atau mengkonsulkan kepada profesi atau profesi lain tanpa persetujuan pasien/klein yang merujuk.

KODE ETIK V
Yaitu menjaga rahasia individu yang dapat dipercayakan kepadanya.
1.       Informasi tentang pasien/klein dilarang untuk diberikan kepada orang atau pihak lain yang tidak berkepentingan tanpa persetujuan pasien/ klein/ kuasa hukumnya.
2.      Pencacatan informasi selama proyek penelitian hendaknya tidak mencantumkan identitas pasien, kecuali ada pesetujuan dari yang bersangkutan.
3.      Informasi dapat diberikan apabila mempunyai kekuatan hukum atau bila dperlukan untuk keselamatan seseorang atau masyarakat.
4.      Privasi pasien/klein harus tetap terjaga selama wawancara.
5.      Komputer atau cacatan harus terlindung dari pihak yang tidak berkepentingan.
6.      Fisioterapi yang mampu terhadap informasi rahasia kolega/ pasien/ klein hanya akan membuka informasi bilamana sangat membutuhkan.
7.      Informasi rahasia diberikan hendaknya tidak tercacat permanen tanpa persetujuan individu.

KODE ETIK VI
Yaitu selalu memelihara standar profesi dan meningkatakan pengetahuan dan ketrampilan.
a.       Tanggung Jawab Fisioterapi
1.      Fisioterapi bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan terkini.
2.      Fisioterapi secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan profesi melalui literatur dan pendidikan.
3.      Fisioterapi beratanggungjawab menggunkan tehnik yang mereka kuasai oleh karena itu hendaknya :
a. Mendelegasikan kepada fisioterapis yang kualifait.
b. Memberikan instruksi yang jelas kepada pasien/klein, keluarga, asisten dan pihak lain apabila dipandang perlu.
4.      Fisioterapi sebgai pemilik harus memastikan bahwa karyawan mampu untuk menerima tanggungjawabnya.
5.      Fisioterapi sebagai pemilik hendaknya memberikan kepada karyawan untuk berkembang menjadi fisioterapi.Fisioterapi dalam melakukan penelitian harus mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Ikatan Fisioterapi Indonesia.
b.      Tanggung Jawab Ikatan Fisioterapi Indonesia.
1.      Ikatan Fisioetarapi Indonesia hendaknya menyelenggarakan pedidikan yang berkelanjutan untuk meningkatakan pengetahuan dan ketrampilan profesional.
2.      Ikatan Fisioetarapi Indonesia menjamin agar kode etik di jalankan oleh setiap profesi

KODE ETIK VII
Yaitu memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyarakat.
1.       Fisioterapi mempunyai tugas dan kewajiban untuk bekerja sama dengan profesi lain dalam perencanaan dan pengelolaan agar mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi kesehatan individu dan masyarakat.
2.      Fisioterapi hendaknya menyesuaikan diri dengan profesionalisme dan melengkapi diri dengan ketrampilan yang memadai untuk perencanaan dan pengelolaan dalm situasi tertentu yang dihadapinya, sehingga sadar akan keberadaan pelayanannya dalam konteks sosial dan ekonomi secara menyeluruh.
3.      Fisioterapi mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan dan medukung penelitian untuk perencanaan dan pengetahuan.
4.      Fisioterapi memberikan dorongan dan dukungan kepada sejawat dalam menyusun perencanaan pelayanan strategis pengembangan.

Sanksi-Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Fisioterapi
Sanksi – sanksi pelanggaran kode etik seorang fisioterapis, menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang registrasi dan izin praktik fisioterapis menteri kesehatan republik Indonesia BAB VII mengenai SANKSI. Dalam Prakteknya akan diberikan sanksi – sanksi tegas berupa :

Pasal 23
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada fisioterapis yang melakukan pelanggaran tehadap ketentuan keputusan ini.
Ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 23 diatas dilakukan melalui:
a.       peringatan lisan; atau
b.      peringatan tertulis; dan                                                          
c.       pencabutan Surat Izin Praktik Fisioterapi,
Ayat (3) Organisasi profesi dapat mengusulkan sanksi administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terhadap fisioterapis yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan keputusan ini.


Pasal 24
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mengambil tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) butir c terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) tingkat Propinsi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
Ayat (2) Dalam hal MDTK tingkat Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 24 diatas belum terbentuk, pertimbangan diberikan oleh Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis Propinsi.

Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memberikan tembusan kepada organisasi profesi setempat untuk setiap pencabutan SIPF.

Pasal 26
Pimpinan sarana kesehatan yang tidak melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 { yang berbunyi Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik pada sarana pelayanan kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi } dan/atau mempekerjakan fisioterapis tanpa izin dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27                                                                                              
Terhadap tenaga fisioterapis yang sengaja :
a)      Melakukan praktik fisioterapi tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 { yang berbunyi :
Ayat (1) Fisioterapis lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIF.
Ayat (2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 6 dilakukan pada sarana pendidikan milik Pemerintah.
Ayat (3) Untuk melakukan adaptasi fisioterapis mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Ayat (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan :              a. Fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;                b. Transkrip nilai ujian yang bersangkutan.
Ayat (5) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
Ayat (6) Fisioterapis yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam  :
Pasal 2, ayat (1) Pimpinan penyelenggara pendidikan fisioterapi wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus pendidikan fisioterapi. Ayat (2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 2 tercantum dalam formulir I terlampir,
Pasal 3, yang berbunyi ayat (1) Fisioterapi yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelangkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi di mana sekolah berada guna memperoleh SIF, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijasah pendidikan fisioterapi. Ayat (2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a.       Fotokopi ijasah pendidikan fisioterapi; 
b.      Surat keterangan sehat dari dokter;
c.       Pasfoto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Ayat (3) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 3 tercantum dalam formulir II terlampir., dan Pasal 4 { yang berbunyi (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan menerbitkan SIF. Ayat (2) SIF sebagaimana dimaksud pada ayat (1)pasal 4diterbitkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan dalam waktu selambat lambatnya 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima. Ayat (3) Bentuk dan isi SIF sebagaimana tercantum dalam formulir III terlampir. }
b)     Melakukan praktik fisioterapi tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) { yang berbunyi (2) Fisioterapis yang melaksanakan praktik fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki SIPF ( yang berbunyi Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok.}
c)      Melakukan praktik yang melanggar ketentuan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diatas;
d)     Melakukan praktik fisioterapi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diatas;
e)      Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (1) { yang berbunyi (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIF yang telah diterbitkan. } dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

sumber : http://isnainisucidr.wordpress.com/2014/07/09/keunggulan-dan-perkembangan-fisioterapi-di-indonesia/ http://infokesft-mini.blogspot.com/2013/05/kode-etik-fisioterapi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar